Thursday 31 October 2013

Situasi Keolahragaan Indonesia

Suatu kenyataan pahit saat ini sedang terjadi terkait dengan situasi keolahragaan di Indonesia. Kenyataan itu bisa dilihat dari berbagai jenis olahraga. Menurut UU No. 3 Tahun 2005 olahraga terbagi dalam 3 (tiga) jenis yaitu, olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi. Di ketiga jenis ini olahraga adalah alat atau proses untuk mencapai tujuan tertentu. Tanpa perlu membahas definisi masing-masing jenis olahraga itu, mari kita langsung mencermati kenyataan pahit yang saya maksud.

Dalam olahraga pendidikan kita bisa melihat belum meratanya olahraga pendidikan. Di beberapa kampung banyak sekolah yang kekurangan guru penjas, dan sebaliknya justru di perkotaan guru penjas kelebihan kuota. Terkait dengan hal ini kita harus kembali melihat ke pribadi masing-masing. Kebanyakan orang merasa enggan kembali ke kampung setelah mereka lulus dari suatu universitas dengan menyandang sarjana pendidikan. Mereka lebih memilih mengajar di perkotaan dengan berbagai alasannya masing-masing. Hal ini tentu menjadi keprihatinan tersendiri. Tentu setiap orang tidak ingin dinilai sebagai kacang yang lupa kulitnya. Tetapi kenyataannya memang orang yang sudah terlanjur datang ke kota biasanya tidak ingin kembali ke desa kecuali hanya sebagian kecil saja. Perlu kesadaran pada diri masing-masing untuk mengatasi masalah ini. Diharapkan setiap orang menyadari bahwa pendidikan adalah hal yang sangat penting, terlebih pendidikan jasmani. Kenyataan yang terjadi adalah karena kurangnya tenaga pendidik di perkampungan atau pedesaan membuat siswa tidak mendapatkan pendidikan melalui olahraga. Akhirnya olahraga yang dilakukan oleh siswa hanya sebatas aktifitas jasmani tanpa adanya penerapan nilai-nilai pendidikan.

Selanjutnya dalam pendidikan rekreasi juga kita melihat hal yang sama. Inti dari kegiatan olahraga rekreasi adalah untuk mendapat kesenangan. Dengan adanya rasa senang untuk berolahraga selanjutnya diharapkan masyarakat akan aktif untuk berolahraga. Implikasinya adalah meningkatnya taraf kebugaran di masyarakat. Tetapi yang kita lihat saat ini justru olahraga dikalahkan oleh sektor bisnis. Jika beberapa tahun yang lalu Gasibu (suatu tempat olahrga di Bandung) adalah tempat favorit masyarakat Bandung untuk berolahraga, sekarang bisa dipastikan orang-orang yang datang ke sana tidak akan bisa berolahraga. Gasibu sekarang dipenuhi oleh pedagang kaki sekian sehingga jangankan untuk berolahraga, untuk berjalan saja harus berdesak-desakan dan tidak bisa cepat. Tapi rupanya saat ini pihak pemerintah provinsi Jawa Barat sedang mengagendakan pembenahan lapangan itu untuk keperluan olahraga bersama. Alhamdulillah, ini adalah sebuah langkah yang baik untuk memperbaiki kondisi keolahrgaan masyarakat. (sumber)

Dalam olahraga prestasi tidak jauh berbeda kondisinya. Pada SEA GAMES 2005 dan 2007 Indonesia berada di posisi di bawah tiga besar. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Kemudian baru 'berjaya' kembali pada SEA GAMES 2011 saat Indonesia menjadi tuan rumah (sumber). Selain itu khusus di cabang olahraga bulutangkis, tim Thomas dan Uber Cup Indonesia belum bisa 'membahana' seperti dulu lagi. Malah ada wacana untuk kompetisi selanjutnya Indonesia tidak akan mengirimkan tim Uber. Hal ini tentu mengundang pro dan kontra dari masyarakat. Di satu sisi kita ingin tampil di kompetisi bergengsi itu, tapi di sisi lain kondisi atlet-atlet kita masih jauh dari kondisi yang memungkinkan untuk menang, sehingga dikhawatirkan jika memaksakan diri untuk ikut dalam kompetisi tersebut jadinya hanya membuang-buang biaya saja. Perlu diketahui bahwa biaya persiapan dan pemberangkatan atlet ke ajang kompetisi Thomas dan Uber Cup tidaklah kecil, bisa mencapai milyaran, begitu kata dosen saya, Dr. Herman Subarjah., M.Si.
5 Jurnalnya Andre: October 2013 Suatu kenyataan pahit saat ini sedang terjadi terkait dengan situasi keolahragaan di Indonesia. Kenyataan itu bisa dilihat dari berbagai jen...

Yang Baru

Pssstt... saya lagi punya RENCANA bikin tulisan baru, berkaitan dengan bidang kajian kuliah saya.
Saya tuliskan disini ya, siapa tahu bisa jadi kuliah gratis buat temen-temen.. :D
Smile.....
5 Jurnalnya Andre: October 2013 Pssstt... saya lagi punya RENCANA bikin tulisan baru, berkaitan dengan bidang kajian kuliah saya. Saya tuliskan disini ya, siapa tahu bisa ...

Sunday 27 October 2013

Salju itu akan mencair

Perkenalkan, nama saya Andreansyah Dwiwibowo. Orang-orang biasa manggil saya Andre. Sedangkan di ijazah nama saya diberi sedikit tambahan, jadi Andreansyah Dwiwibowo, S.Si. Sebuah gelar yang saya terima setelah berjuang selama lima setengah tahun. Di KTP saya tercatat sebagai warga Garut, tetapi kehidupan sehari-hari saya sekarang banyak dijalani di Bandung. Saya terlahir sebagai orang sunda. Lahir di Bandung, dibesarkan di Garut, hingga akhirnya setelah dewasa saya kembali ke Bandung. Masa sekolah dari SD hingga SMA saya alami di Garut. Setelah lulus SMA saya ditakdirkan untuk melanjutkan kuliah di Bandung. Saya adalah mahasiswa S2 di Universitas Pendidikan Indonesia. Gelar sarjana juga saya terima dari UPI. Sebuah perjalanan panjang yang tidak akan pernah saya lupakan. Sebuah proses pendewasaan diri yang tidak mungkin sama dengan pengalaman orang lain. Nanti akan saya ceritakan bagaimana pengalaman kuliah saya. Tetapi sebelum bercerita, saya sampaikan dulu kepada para pembaca bahwa kisah ini bukan kisah motivasi. Saya berharap dengan membaca kisah ini para pembaca lebih berhati-hati dan cerdas dalam menjalani kuliah. Karena kisah ini tidak patut ditiru.

Saya ini mahasiswa salju. Begitulah saya menjuluki diri saya sendiri. Salju adalah singkatan dari salah jurusan. Saya kuliah di jurusan olahraga padahal minat saya lebih cenderung kepada hal-hal yang berkaitan dengan komputer. Dulu, waktu daftar pun saya tidak benar-benar ingin daftar ke jurusan ini. Sejak kecil saya dilatih olahraga tenis oleh orang tua. Saya merasa tidak ada kemampuan lain yang bisa saya andalkan untuk bisa diterima diperguruan tinggi selain kemampuan olahraga. Jadi waktu itu, saya daftar ke jurusan keolahragaan berdasarkan kesadaran diri atas kemampuan yang ada. Ada tiga jurusan yang berkaitan dengan olahraga di UPI. Saya pilih Ilmu Keolahragaan, jurusan khusus IPA. Bukan, bukan karena saya merasa pintar IPA, tapi karena pendaftarnya memang sedikit. Saya memilih jurusan yang sedikit saingannya. Saya sendiri sejak SMA seharusnya tidak berada di jurusan IPA, dari hasil psikotes saya disarankan untuk masuk jurusan bahasa tetapi saya tetap masuk IPA. Akhirnya saya mencoba mendaftar melalui jalur PMDK. Waktu tes PMDK, saya hanya satu-satunya pendaftar dengan keterampilan olahraga tenis. Alhamdulillah saya lolos tes dan diterima.

Saya tidak pernah bercita-cita ingin kuliah, apalagi kuliah di jurusan olahraga. Jadi, waktu saya daftar ke sini itu saya daftar dadakan. Tapi karena sudah ‘terlanjur’ jadi saya jalani saja. Padahal jurusan ini adalah jurusan yang terhitung baru lahir, masih belum jelas arahnya. Banyak mahasiswa dan dosen jurusan lain yang merendahkan jurusan IKOR. Tapi saya tidak peduli toh saya ke sini juga salju. Hingga saat itu saya masih merasa salju. Perasaan salju itu rupanya berpengaruh terhadap semangat belajar saya. Keterbatasan kemampuan otak dan minat saya yang kurang dalam bidang olahraga dan eksak membuat saya tertinggal dalam hal akademik. Saya sering mendapat nilai jelek dalam beberapa matakuliah hingga mengharuskan saya mengulang mata kuliah tersebut dan itu memperpanjang masa kuliah saya. Nilai jelek yang saya dapatkan membuat orang tua kecewa dan akhirnya menyetop aliran dana. Keadaan itu membuat saya mulai berusaha sendiri hingga pernah suatu kali saya tidak bisa membayar SPP dan akhirnya cuti. Akibatnya saya pun semakin tertinggal dari teman saya yang lainnya. Di antara mereka saat itu ada yang sudah mulai PLA (atau PPL, PLP, atau istilah lainnya).

Keadaan saya diperparah dengan habisnya masa kontrakan. Waktu itu saya sempat kebingungan mencari tempat tinggal. Saya pernah berhari-hari menginap di kostan teman-teman kuliah, tetapi saya juga tahu diri dan pindah ke tempat lain. Selama masa itu saya sering berada di kampus dan mulai akrab dengan petugas kampus, akhirnya karena kedekatan saya dengan mereka saya pun diizinkan untuk tinggal di salah satu gedung kampus. Keadaan mulai membaik ketika salah satu petugas kampus mengenalkan saya dengan temannya yang memiliki usaha warnet. Saya dipekerjakan di sana dan diberi tempat tinggal di sana. Alhamdulillah, sebuah pekerjaan yang sangat cocok sekali untuk saya. Sesuai dengan minat saya. Uang yang saya dapat dari pekerjaan itu hanya cukup untuk keperluan sehari-hari saja. Waktu itu saya hanya santai tidak peduli dengan kuliah, bahkan jika tidak dilanjut pun tidak masalah bagi saya. Tetapi ibu tidak ingin saya berhenti, ibu mengusahakan agar saya bisa lanjut kuliah dan akhirnya saya pun bisa lanjut atas usaha ibu. Ibu mendorong saya untuk segera menyelesaikan kuliah. Alhamdulillah, di semester itu saya bisa mengikuti sidang proposal dan mulai mengerjakan skripsi.

Masa-masa skripsi tidak menuntut mahasiswa untuk selalu hadir di kampus. Banyak waktu kosong. Di waktu yang kososng itu saya mendapat tawaran untuk bekerja di tempat lain. Pendapatan warnet yang kian menurun seiring perkembangan teknologi membuat saya lebih memilih untuk pindah bekerja. Pekerjaan di tempat baru tidak seperti yang saya kira. Rupanya lebih sibuk. Padahal saya ditawari untuk mengisi posisi staff IT. Posisi yang saya fikir akan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi karena saya akan banyak waktu di depan komputer. Tetapi kenyataannya saya juga merangkap sebagai staff operasional dan staff teknis sehingga banyak aktifitas di luar kantor. Kegiatan yang padat sebagai tuntutan pekerjaan justru membuat skripsi saya terlantar dan membuat saya tidak mampu memenuhi harapan ibu untuk lulus pada semester itu.

Walaupun saat itu saya bekerja tetapi saya tetap dalam keadaan ‘sulit’. Pendapatan dari pekerjaan baru itu seringkali habis untuk keperluan sehari-hari. Sementara itu semester baru semakin dekat, saya tidak punya tabungan. Ibu sudah tidak bisa lagi mencari pinjaman untuk membayar biaya kuliah. Terpaksa pada saat itu sisa gaji yang ada ditambah dengan pinjaman ke teman-teman kerja saya gunakan untuk membayar SPP di semester berikutnya. Di semester itu saya mulai fokus kembali untuk mengerjakan skripsi. Tugas dari kantor mulai terabaikan. Waktu itu saya sudah tidak terlalu mementingkan pekerjaan. Yang penting saya harus segera lulus dan setelah lulus saya akan berhenti bekerja. Di semester itu saya sering pergi ke kampus di sela-sela waktu kerja untuk bimbingan dengan dosen. Fasilitas di tempat saya bekerja saya manfaatkan untuk mengirit pengeluaran. Setiap revisi yang perlu diprint ulang saya print di kantor, koneksi internet gratis yang tersedi saya gunakan untuk mencari referensi tambahan. Saya mulai terbiasa dengan teguran dari pemilik perusahaan atas kinerja saya yang buruk tetapi saya tidak pernah memperdulikannya. Akhirnya sampailah sampai masa pra sidang hingga sidang dan saya pun lulus. Alhamdulillah. Saya merasa lega karena telah terbebas dari beban kuliah dan saya pun bisa memenuhi harapan orang tua. Tetapi saya juga harus relah meninggalkan pekerjaan saya saat itu.

Walaupun masa studi telah selesai tapi saya masih sering berkeliaran di lingkungan kampus. Suatu waktu saya bertemu dengan teman lama. Sejak dulu dia terkenal pandai. Dalam pertemuan itu dia bercerita bahwa dia sendang kuliah S2 dengan bantuan beasiswa dari dikti. Saat itu pula mulai timbul keinginan dalam diri saya untuk melanjutkan kuliah ke jenjang S2. Saya pun mulai mencari info pendaftaran beasiswa dikti dan info pendaftaran S2. Tidak lama setelah wisuda S1 saya mendaftarkan diri sebagai calon mahasiswa S2 dan mengikuti tes yang mereka adakan. Alhamdulillah, saya lolos. Tetapi biaya kuliah S2 terbilang mahal, sedangkan saat itu saya belum dipastikan sebagai penerima beasiswa. Waktu itu muncul niat untuk mundur saja, tetapi orang tua melarang. Akhirnya saya turuti keinginan orang tua dan saya tekadkan untuk kuliah lebih baik daripada S1. Alhamdulillah setelah menjalani kuliah sekitar dua bulan keluar pengumuman beasiswa dan saya resmi terdaftar sebagai penerima. Kemudahan serta kemudahan datang berkelanjutan. Saat ini saya kuliah sambil bekerja. Pekerjaan yang tidak bergengsi, hanya sebagai penjaga took. Tetapi pekerjaan inilah yang banyak membantu saya sejak saya mulai kuliah S2. Bukan kebetulan pemilik toko ini adalah teman kuliah juga hanya saja kami beda jadwal. Saya menumpang di kosannya jadi tidak perlu mengeluarkan biaya kost. Selain itu mata kuliah yang kami kontrak sama, dia punya semua buku yang dibutuhkan sehingga saya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli buku. Jadwal jaga toko pun tidak menganggu aktifitas kuliah dan aktifitas di toko tidak terlalu sibuk sehingga saya bisa mengerjakan tugas di sana. Sekarang saya hanya perlu kuliah dengan baik dan berusaha menyelesaikan kuliah secepatnya. Sesuai aturan kampus dan DIKTI serta harapan keluarga.
Pesan saya untuk para pembaca yang saat ini juga sedang berjalan di atas salju, janganlah kalian terlalu lama berada di sana. Cepatlah keluar (lulus, bukan DO) dari jalan itu dan ambil jalan yang benar selanjutnya. Pada dasarnya tidak ada orang yang salah jurusan. Di perkuliahan S2 ini saya merasakan semangat yang beda dengan S1 dulu. Materi perkuliahan lebih mudah terserap. Saya berfikir, jika dulu saya tidak mengambil jurusan IKOR (yang saya anggap salju itu) maka saya belum tentu diterima di UPI. Jika saya tidak diterima di UPI, saya tidak mungkin kuliah S2 karena saya hanya mendaftar ke satu universitas waktu itu. Seandainya saya lulus lebih awal belum tentu saya bertemu teman lama itu dan belum tentu saya dapat informasi beasiswa. Bahkan jika saya lulus lebih awal bisa saja saya terlantar belum mendapat pekerjaan, karena hingga saat ini masih ada beberapa teman saya yang lulus lebih dulu tapi masih belum bekerja.

Ambil saja hikmah dari setiap peristiwa dan anda akan mendapat pelajaran dari peristiwa itu. Pandai-pandailah mengambil nilai positif karena itu akan membantu anda dalam mengahadapi masalah agar terasa lebih mudah. In syaa Allah. Sebagai penutup, untuk hidup yang lebih baik kita harus selalu belajar dari kesalahan. Anda bisa belajar dari kesalahan diri sendiri, bisa juga belajar dari kesalahan orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Nah, itulah kisah saya. Ambil pelajarannya jangan sampai teman-teman mengalami kesalahan yang sama. Waktu adalah sesuatu yang terlalu berharga untuk dibuang dengan melakukan kesalahan. Terimakasih. Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu. ^__^
5 Jurnalnya Andre: October 2013 Perkenalkan, nama saya Andreansyah Dwiwibowo. Orang-orang biasa manggil saya Andre. Sedangkan di ijazah nama saya diberi sedikit tambahan, j...

Friday 25 October 2013

Gosip Digosok Makin Sip

Hm... Kalau membaca atau mendengar kata 'gosip' biasanya alam bawah sadar kita akan mengarahkan pikiran kita pada sebuah kegiatan yang sering dilakukan ibu-ibu atau para wanita ABG. Padahal kenyataannya laki-laki juga suka bergosip, hanya saja topiknya memang beda.Selain itu juga ada kalangan lain yang suka bergosip, tidak hanya pemuda-pemudi, bapak-bapak, dan ibu-ibu secara umum tetapi juga para pemuda-pemudi, bapak-bapak, dan ibu-ibu aktivis dakwah. Sekali lagi saya tuliskan, topiknya berbeda.

Gosip, digosok makin sip. Memang kenyataannya begitu, sesuatu yang digosipkan justru akan semakin sering dibicarakan. Gosip yang sering dibicarakan oleh sebagian orang akhirnya akan semakin banyak orang yang membicarakannya. Kata 'gosip' sendiri sering dipersepsikan sebagai suatu aktifitas atau kegiatan membicarakan suatu isu yang sedang 'in'. Untuk ibu-ibu penggemar sinetron yang menjadi topik pergosipan adalah para artis sinetron atau jalan cerita sinetron favoritnya. Untuk para gadis ABG topik yang sering mereka bicarakan tidak jauh dari para artis muda, misalnya penyanyi. Beda lagi kalau bapak-bapak, gosipan mereka biasanya seputar kondisi pemerintahan dan perilaku para pejabat. Sedangkan di kalangan aktivis dakwah yang seirng menjadi topik gosip adalah kondisi umat.

Bergosip, jika hanya gosip saja tentu tidak ada manfaatnya bagi kepentingan umum. Memang ada gausnya, taitu kita bisa melatih dan belajar menyampaikan gagasan. Tetapi gagasan yang disampaikan melalaui ucapan biasanya hanya bertahan sesaat. Kemudian akan dilupakan karena pembicaranya sudah tidak terdengar, selain itu gagasan yang disampaikan melalui verbal cenderung biasanya berkesan negatif.

Oleh karena itu untuk menyalurkan gosip itu agar tidak hanya sekedar gosip lebih baik dituangkan dalam tulisan. Selain kita tetap bisa bergosip ria kita juga bisa membawa manfaat bagi orang lain. Kelebihan lainnya adalah gagasan yang disampaikan akan cenderung bernilai positif. Untuk menuangkan gagasan ke dalam tulisan membutuhkan waktu yang relatif lama. Dalam penuangan gagasan itu akan terjadi proses berfikir. Kita akan menemukan kekurangan dari tulisan kita, kita akan mempertimbangkan apakah tulisan kita disampaikan dengan kata-kata yang layak atau tidak. Sebelum tulisan itu dipublish kita akan membacanya. Jika terdapat kata-kata yang kurang pas kita akan memperbaikinya. Jadi tulisan kita saat siap publish akan berupa tulisan yang berisi gagasan tau pemikiran yang berkesan positif. Berbeda dengan gagasan yang disampaikan secara spontan melalui ucapan jika ternyata bernilai negatif tidak bisa kita mereview dan menarik ucapan itu kembali.

Jadi silahkan bergosip ria, tetapi tidak hanya sekedar gosip yang tidak ada nilainya. Jadikan gosip anda sebagai gosip yang bernilai. Tuangkan hasil gosip dalam tulisan yang bermakna, disampaikan dengan cara dan konten yang baik. Berdasarkan hasil pemikiran yang mendalam bukan "asal jeplak". Jangan hanya bergosip yang bisanya hanya mengomentari dengan nada negatif, berghibah atau fitnah. Cobalah bergosip untuk mencari solusi. Sehingga anda memang Menggosok Sesuatu Menjadi Makin Sip. Jangan hanya hanya bisa mengutuk kegelapan, jadilah lampu Philips yang terang terus. Hehehe...

wallahu a'lam bishshawab.
-banyak banget statement Prof. Adang yang bisa dikembangkan menjadi sebuah tulisan.
5 Jurnalnya Andre: October 2013 Hm... Kalau membaca atau mendengar kata 'gosip' biasanya alam bawah sadar kita akan mengarahkan pikiran kita pada sebuah kegiatan ya...

Jadi Ayam Saja

Lagi-lagi ide ini bukan murni ide saya. Tetapi sebuah statement dari Prof Adang yang kemudian saya kembangkan menjadi sebuah tulisan.

Dalam kehidupan manusia masalah hampir selalu ada di setiap waktu. Setoap orang memiliki masalah yang berbeda satus ama lain. Cara mereka dalam menghadapi masalah pun berbeda. Ada orang yang menjadi panik ketika mendapat masalah, ada juga yang menghadapi masalah dengan tenang. Ada yang menghadapi masalah dengan penuh keberanian, ada juga yang berkeluh kesah dan khawatir berlebihan.

Hadirnya masalah dalam hidup itu pasti. Kita tidak misa menolak dan meminta untuk tidak punya masalah. Sikap dan respon kita terhadap sebuah masalah memengaruhi cara pandang kita terhadap masalah itu. Dan hal itu berpengaruh pada cara kita menyelesaikan masalah. Dorang yang yakin dan penuh percaya diri akan menyikapi suatu masalah dengan berani. Dia yakin bahwa dia sanggup menyelesaikan masalahnya. Dan itu membuatnya merasa bahwa masalah yang dihadapi adalah hal kecil. Sebaliknya orang yang menyikapi suatu masalah dengan kepanikan akan cenderung membuatnya selalu berkeluh kesah. Sehinggga daripada mencari solusi dia malah membiarkan masalah itu hingga masalah yang sebenarnya kecil bisa menjadi besar.

Sebenarnya ketika mendapat masalah kita tidak perlu merasa panik, khawatir, takut dan mengeluh. karena pada dasarnya kita telah diberi kemampuan untuk mengatasinya. Secara alamiah sejak kecil kita sudah dilatih untuk menghadapi masalah. Tetapi sebagian dari kita tidak membiasakan diri atau tidak dibiasakan oleh orang tua kita untuk mengatasi masalah. Kita malah cenderung menghindari (atau dihindarkan) dari masalah. Prof. Adang mencontohkan seorang anak kecil usia 2,5 tahun yang memberontak atau menangis hingga 'megap-megap' ketika dia dimandikan. Anak itu akan bertingkah seperti itu adalah sebuah reflek seorang anak, tetapi tidak wajar. Kondisi itu terjadi karena anak tidak dibiasakan sejak kecil. Anak dari usia bayi sudah dikaruniai reflek untuk menahan nafas ketika dimandikan. Apabila hal itu dibiasakan maka saat usia 2,5 tahun semestinya tidak akan memberontak. Walaupun saya tidak tahu kebenaran kondisi itu, tetapi saya menyimpulkan bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah. Bedanya, orang yang melatih kemampuannya dalam mengatasi masalah akan terbiasa dan tenang dalam menghadapi masalah lainnya sedangkan yang tidak melatihnya akan panik ketika mendapat masalah.

Suatu kemampuan akan terus berkembang jika dipelihara dan digunakan. Oleh karena itu kemampuan memecahkan masalah pun akan berkembang jika setiap masalah selalu dihadapi hingga diperoleh solusi, bukan dihindari. Adanya masalah bagi manusia adalah keniscayaan. Jika tidak ingin punya masalah, jika ingin terbebas dari masalah jangan jadi manusia. Jadi Ayam Saja.

Dari dulu hingga sekarang suara ayam begitu saja, tidak ada perkembangan hanya 'petok-petok'. Baik ayam yang 'dididik' oleh induknya maupun tidak 'dididik' suaranya akan sama. Hingga sekarang belum ada ayam yang suaranya 'meow'. Itu karena ayam tidak pernah dihadapkan dengan tantangan dan permasalah. Selain itu ayam tidak pernah mengeluh atau khawatir tidak mendapatkan makan. Bagi ayam ada atu tidaknya makanan bukanlah suatu masalah. Dia bisa makan apa saja. Ayam tidak perlu merasakan bagaimana sengitnya persaingan dunia kerja demi uang. Mereka juga tidak perlu capek melamar ke berbagai perusahaan untuk mendapatkan pekerjaan. Tidak ada tantangan, tidak ada masalah dalam kehidupan mereka. Yah, jadi jika anda tidak ingin punya masalah dalam kehidupan mah Jadi Ayam Saja.
5 Jurnalnya Andre: October 2013 Lagi-lagi ide ini bukan murni ide saya. Tetapi sebuah statement dari Prof Adang yang kemudian saya kembangkan menjadi sebuah tulisan. Dala...

Thursday 24 October 2013

Di atas rata-rata

Pelaut yang ulung adalah pelaut yang biasa berlayar di lautan yang bergelora, bukan di lautan tenang. Untuk menjadi orang yang suksers dibutuhkan usaha yang luar biasa, bukan usaha yang biasa-biasa saja. Untuk menjadi atlet yang hebat latihannya harus di atas rata-rata. Untuk menjadi muslim mu'min yang tinggi derajatnya harus melakukan ibadah di atas rata-rata. Jangan sama dengan rata-rata.

Memang seperti itu, jika kita ingin menonjol daripada orang lain berarti kita harus memiliki kelebihan. Kelebihan itu bisa berupa apa saja, baik berupa ilmu, pengetahuan, atau keterampilan. Untuk memiliki kelebihan itu tentusaja tidak mudah. Harus diawali dengan usaha atau latihan yang lebih pula. Saya di sini hanya memberikan contoh-contoh saja, karena saya tidak pandai dalam menjelaskan sesuatu, apalagi yang sifatnya teoritis. Untuk menjadi penulis terkenal dibandingkan penulis lain pasti diperlukan latihan menulis dulu. Tetapi jika latihan kita sama dengan yang dilakukan orang lain, maka hasil kita pun akan sama dengannya. Tetapi jika kita menulis lebih banyak dari oranglain, promosi lebih banyak dari orang lain, dan memiliki jaringan yang lebih banyak dari orang lain kemungkinan kita akan lebih terkenal daripada orang lain.

Demikian juga dalam hal beribadah. Ibadah yang baik harus dilakukan dengan benar. Sedangkan kita tidak akan mengetahui kebenaran tetnang ibadah yan kita lakukan apabila kita tidak tahu ilmunya. Oleh karena itu orang yang lebih banyak belajar dan mempraktekkannya itulah orang yang lebih baik baik ibadahnya. Di suatu waktu saya pernah menebmukan orang yang beribadah tanpa tahu ilmunya. Bahkan saya mengalami sendiri. Dulu saya suka melaksanakan shalat sunnah rawatib. Tapi saya melakukannya tanpa mengatahu apakah yang saya klakukan itu benar atau tidak. Hingga akhirnya saya tahu bahwa tidak ada shalat sunnah setelah shalat ashar. >__< .  Di lain waktu saat saya hendak melakukan shalat ashar, waktu itu baru selesai adzan dan mu'adzin langsung qomat padahal masih di awal waktu. Saat itu salah seorang jama'ah berkata pada mu'adzin seharusnya jangan qamat dulu karena dia mau melaksanakan shalat sunnat. Tapi mu'adzin itu 'nyeletuk' bahwa tidak ada shalat sunnah sebelum ashar. wkwkwk. Kebalikan dari saya.
nb : ternyata ini ikhtilaf, jadi mungkin aja mu'adzin itu gak tahu bahwa ada pendapat yang mengatakan bahwa shalat sunnat  ashar itu ada. sama kaya saya, nggak tahu..>__<

Contoh lainnya adalah dalam melaksanakan shalat tahajud. Banyak yang menjelaskan bahwa sepertiga malam terakhir adalah waktu terbaik untuk tahajud, tetapi untuk orang yang tidak tahu mungkin bisa saja dia melaksanakan shalat tahajud di sepertiga awal atau sepertiga tengah malam. Walaupun begitu, mereka lebih baik daripada yang tidak melakukan shalat tahajud. Jadi, bagi yang mau belajar pasti tahu, bagi yang tahu mendapatkan keutamaan. Bagi yang mau melakukan juga lebih baik daripada yang tidak melakukan.

Begitu juga dalam hal lain. Misalnya peningkatan visitor blog. Ada sebuah cara yang sudah umum, yaitu blogwalking. Saya menyaksikan sendiri bahwa pemilik blog yang LEBIH rajin blogwalking maka visitornya pun leibh banyak dan itu berdampak pada pendapatnnya karena banyak yang beriklan di blog itu. Jadi untuk bisa sukses itu memang harus DI ATAS RATA-RATA.

-Tulisan ini juga cuma hasil materi yang saya tangkap dari penjelasan Prof. Adang. Susah memang menuangkan ide ke dalam tulisan. Tapi biarlah.
5 Jurnalnya Andre: October 2013 Pelaut yang ulung adalah pelaut yang biasa berlayar di lautan yang bergelora, bukan di lautan tenang. Untuk menjadi orang yang suksers dibut...

Bukan Sawah Yang Harus Dibakar

Dalam hierarki sistemik usaha pendidikan terdapat siklus pembangunan masyarakat melalui pendidikan. Dalam siklus ini semua lapisan masyarakat terlibat. Masyarakat, sekolah, dinas hingga kementrian terlibat dengan fungsinya masing-masing.

Pada lapisan miskroskopis ada masyarakat dan satuan program kegiatan pendidikan. Mereka ini berperan sebagai pelaksana menjalankan funsi operasional. Selanjutnya di lapisan tengah ada satuan institusi pendidikan dan satuan penyelenggara pendidikan. Mereka menjalankan fungsi institusional. Mereka adalah sekolah-sekolah, dinas-dinas dan perguruan tinggi. Di lapisan paling atas ada pemerintah dengan fungsi strukturalnya. Peran pemerintah dalam hal ini membuat kebijakan dan undang-undang. Ketiga tingkatan / lapisan itu saling berkontribusi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing serta memberikan masukan sebagai bahan perbaikan di periode selanjutnya.

Tetapi dalam praktiknya memang tidak sesederhana konsep yang ada. Seringkali terjadi ketidakberfungsian dari masing-masing tingkat. Tetapi kali ini kita hanya membahasa maslaah yang ada di tingkat struktural saja, yaitu pemerintah dengan segala perangkatnya.

Di Indonesia korupsi sudah menjadi masalah yang terjadi di berbagai kalangan. Korupsi di kalangan atas adalah salah satu masalah yang sering menjadi sorotan. Penguasa dan pengusaha berkongkalingkong memperjuangkan kepentingan mereka tanpa memperdulikan kepentingan rakyat. Mereka sibuk dengan keegoisannya untuk mencari untung bagi mereka sendiri. Kasus korupsi melanda berbagai bidang di kementrian. Tidak terkecuali di bidang pendidikan. Orang-orang yang ada 'di atas' tidak bertanggungjawab terhadap 'kecerdsannya'. Para pejabat yang duduk di kursi sana rata-rata orang bergelar, dengan gelar akademik yang tinggi dan tidak hanya satu gelar. Banyak orang-orang lulusan sekolah hukum yang akhirnya malah mereka yang dihukum. Banyak lulusan orang-orang sekolah kependidikan yang melakukan tindakan-tindakan yang justru tidak mendidik. Mereka itu ibarat tikus dan lembaga kementrian atau DPR adalah sawahnya dan negara ini adalah lahannya.

Kemudian dengan adanya tikus-tikus di lembaga pemerintahan, akhirnya banyak gangguan-gangguan yang menhambat pembangunan nasional. Sistem pendidikan yang tidak mendidik akhirnya hanya melahirkan generasi yang sama hancurnya sehingga kerusakan itu terus berlanjut dan tidak ada akhirnya.

Kerusakan yang diakibatkan oleh buruknya sistem 'di atas' yang tidak melaksanakan tugas mereka dengan baik malah menghancurkan orang bawah. Dan gara-gara perbuatan mereka juga akhirnya membuat sebagian orang berfikir bahwa sebaiknya lembaga-lembaga itu ditiadakan saja. Dengan kata lain mereka lebih suka membakar sawahnya daripada membasmi tikusnya.

Memang kebanyakan masyarakat hanya fokus pada memberikan kritik dan melupakan pemberian solusi. Melihat sawahnya banyak diganggu oleh tikus kemudian berfikir lebih baik tidak punya sawah yang akhirnya malah menjadi tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan beras. Begitu pula memilih menghilangkan lembaga pendidikan yang akhirnya nanti malah tergantung pada SDM negara lain karena SDM negara sendiri dianggap tidak kompeten.

Menyikapi hal ini yang seharusnya dilakukan adalah membasmi tikus dan menjaga sawah agar tidak dimasuki hama lainnya. Daripada menghinlangkan lembaganya lebih baik memberhentikan para pejabat yang korup kemudian mengganti mereka dengan orang yang lebih baik dan memberikan pendidikany ang baik dan benar kepada para generasi penerus agar mereka tidak meniru apa yang dilakukan para pejabat korup itu.

-ah.. tulisan apa ini? ini cuma tulisan dari apa yang saya tangkap dari kuliah bersama Prof. Abin Syamsuddin tentang psikologi pendidikan. kalo tulisannya nggak jelas ya seenggaknya kalian udah ngerti lah apa maksudnya.
5 Jurnalnya Andre: October 2013 Dalam hierarki sistemik usaha pendidikan terdapat siklus pembangunan masyarakat melalui pendidikan. Dalam siklus ini semua lapisan masyaraka...

Thursday 10 October 2013

Terlambat

Hadeh... andre.. andre...

Ndre, kamu terlambat ngampus terus nggak ikut kuliah. Halah, andre... padahal kamu telatnya nggak sampe sepuluh menit. Biasanya juga kalo telat kamu suka nekat izin masuk. Lagian dosennya juga baik, suka ngizinin mahasiswa yang telat datang. Lah kenapa kamu malah nggak masuk? Kamu mah ada-ada aja. Absensi itu penting. Kalo kehadiran kamu di bawah 80% kamu udah nggak bisa ikut kuliah lagi. Sekarang kamu nggak masuk, berarti kamu udah ngebuang 10%, jadi jatah kamu tinggal sekali lagi. Kalo kamu gagal, berarti kamu harus ngulang tahun depan. Jangan sampe deh... Itu bakal ngehambat rencana-rencana kamu yang lainnya.

Sekarang kamu beralasan bahwa kamu telat gara-gara temen kamu yang emang hobi bangun telat, berangkat telat, dan kuliah telat. Kamu ngaku udah siap berangkat sejak 45 menit sebelum waktu kuliah, tapi kamu nggak berangkat karena kamu harus nunggu temen kamu itu. Kamu nggak tega ya berangkat duluan ninggalin dia karena kamu udah banyak dibantu dia? Tapi tetep aja kamu ga boleh nyalahin dia kalo kamu telat.

Telat itu kesalahan kamu sendiri. Tapi baguslah, kamu ga masuk biar kamu bisa disiplin. Tapi inget, kamu ga masuk karena telat cuma boleh kali ini aja. Itu bisa jadi shock terapi buat kamu. Kamu ngerasa kesiksa kan lontang-lantung di kampus tanpa kegiatan yang jelas? Makanya, kalo kuliah tuh hadirnya tepat waktu. Ini harus dibiasakan biar di kegiatan lain juga kamu bisa selalu on time. Kan sholat juga gitu. Waktu sholat memang lumayan panjang tapi kalo pengen dapet pahala yang banyak ya harus di awal waktu. Lebih bagus lagi kalo sebelum waktu sholat itu masuk, kamu udah siap, udah sholat sunnah dulu, dll.

Jadwal kuliah kan udah tetep, rutin, bukan dadakan, jadi harusnya kamu nggak telat. Kalo kamu telat jelas aja salah. Di kasus ini juga gitu. Kamu kan udah tahu kebiasaan temen kamu itu suka telat, lah kenapa kamu tetep nunggu dia? Padahal kalo kamu punya duit mah kamu berangkat duluan aja pake angkot, biar dia yang pake motor. Kamu kasihin STNKnya, kuncinya juga sekalian. Terus kamu berangkat, jadi dia juga bisa pergi ke kampus cepet, sesuai dengan tingkat telatnya dia. Jadi kamu ga bisa nyalahin dia.

Kamu ga boleh telat terus-terusan. Atau misal kamu telat terus dikasih ijin buat ikut kuliah, jangan kamu jadiin kebiasaan. Karena kamu tahu dosennya baik, terus kamu jadi hobi telat. JANGAN! Kalo kamu bisa datang awal, ya lakuin. Itu bagus. Kalo kamu bisa sholat tepat waktu, ya bagus. Lakuin itu. Toh kalo nanti pas udah waktunya kamu mati juga kamu kan nggak bisa nunda-nunda dulu. Lah, kalo kamu nggak nyiapin diri buat kuliah, kamu telat datang masih mending kalo dosennya baik kamu bisa minta izin dan akhirnya ikut kuliah. Tapi kalo soal kematian, kamu ga bisa minta izin telat terus nunda kematian kamu buat ngumpulin pahala dulu. Pokoknya, kalo kamu nggak siap, terus waktunya udah tiba. Udah, ga ada kesempatan lagi. Inget itu baik-baik!!! xp ahaha... andre.. andre.. ada-ada aja... aneh kamu mah.

*eh, satu lagi dre, kalo kamu ga ada persiapan, terus kamu telat ngelamar orang yang kamu suka, ya udah ilang kesempatan kamu.. xixixi.
5 Jurnalnya Andre: October 2013 Hadeh... andre.. andre... Ndre, kamu terlambat ngampus terus nggak ikut kuliah. Halah, andre... padahal kamu telatnya nggak sampe sepuluh ...
< >