Thursday 24 October 2013

Bukan Sawah Yang Harus Dibakar

Dalam hierarki sistemik usaha pendidikan terdapat siklus pembangunan masyarakat melalui pendidikan. Dalam siklus ini semua lapisan masyarakat terlibat. Masyarakat, sekolah, dinas hingga kementrian terlibat dengan fungsinya masing-masing.

Pada lapisan miskroskopis ada masyarakat dan satuan program kegiatan pendidikan. Mereka ini berperan sebagai pelaksana menjalankan funsi operasional. Selanjutnya di lapisan tengah ada satuan institusi pendidikan dan satuan penyelenggara pendidikan. Mereka menjalankan fungsi institusional. Mereka adalah sekolah-sekolah, dinas-dinas dan perguruan tinggi. Di lapisan paling atas ada pemerintah dengan fungsi strukturalnya. Peran pemerintah dalam hal ini membuat kebijakan dan undang-undang. Ketiga tingkatan / lapisan itu saling berkontribusi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing serta memberikan masukan sebagai bahan perbaikan di periode selanjutnya.

Tetapi dalam praktiknya memang tidak sesederhana konsep yang ada. Seringkali terjadi ketidakberfungsian dari masing-masing tingkat. Tetapi kali ini kita hanya membahasa maslaah yang ada di tingkat struktural saja, yaitu pemerintah dengan segala perangkatnya.

Di Indonesia korupsi sudah menjadi masalah yang terjadi di berbagai kalangan. Korupsi di kalangan atas adalah salah satu masalah yang sering menjadi sorotan. Penguasa dan pengusaha berkongkalingkong memperjuangkan kepentingan mereka tanpa memperdulikan kepentingan rakyat. Mereka sibuk dengan keegoisannya untuk mencari untung bagi mereka sendiri. Kasus korupsi melanda berbagai bidang di kementrian. Tidak terkecuali di bidang pendidikan. Orang-orang yang ada 'di atas' tidak bertanggungjawab terhadap 'kecerdsannya'. Para pejabat yang duduk di kursi sana rata-rata orang bergelar, dengan gelar akademik yang tinggi dan tidak hanya satu gelar. Banyak orang-orang lulusan sekolah hukum yang akhirnya malah mereka yang dihukum. Banyak lulusan orang-orang sekolah kependidikan yang melakukan tindakan-tindakan yang justru tidak mendidik. Mereka itu ibarat tikus dan lembaga kementrian atau DPR adalah sawahnya dan negara ini adalah lahannya.

Kemudian dengan adanya tikus-tikus di lembaga pemerintahan, akhirnya banyak gangguan-gangguan yang menhambat pembangunan nasional. Sistem pendidikan yang tidak mendidik akhirnya hanya melahirkan generasi yang sama hancurnya sehingga kerusakan itu terus berlanjut dan tidak ada akhirnya.

Kerusakan yang diakibatkan oleh buruknya sistem 'di atas' yang tidak melaksanakan tugas mereka dengan baik malah menghancurkan orang bawah. Dan gara-gara perbuatan mereka juga akhirnya membuat sebagian orang berfikir bahwa sebaiknya lembaga-lembaga itu ditiadakan saja. Dengan kata lain mereka lebih suka membakar sawahnya daripada membasmi tikusnya.

Memang kebanyakan masyarakat hanya fokus pada memberikan kritik dan melupakan pemberian solusi. Melihat sawahnya banyak diganggu oleh tikus kemudian berfikir lebih baik tidak punya sawah yang akhirnya malah menjadi tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan beras. Begitu pula memilih menghilangkan lembaga pendidikan yang akhirnya nanti malah tergantung pada SDM negara lain karena SDM negara sendiri dianggap tidak kompeten.

Menyikapi hal ini yang seharusnya dilakukan adalah membasmi tikus dan menjaga sawah agar tidak dimasuki hama lainnya. Daripada menghinlangkan lembaganya lebih baik memberhentikan para pejabat yang korup kemudian mengganti mereka dengan orang yang lebih baik dan memberikan pendidikany ang baik dan benar kepada para generasi penerus agar mereka tidak meniru apa yang dilakukan para pejabat korup itu.

-ah.. tulisan apa ini? ini cuma tulisan dari apa yang saya tangkap dari kuliah bersama Prof. Abin Syamsuddin tentang psikologi pendidikan. kalo tulisannya nggak jelas ya seenggaknya kalian udah ngerti lah apa maksudnya.
5 Jurnalnya Andre: Bukan Sawah Yang Harus Dibakar Dalam hierarki sistemik usaha pendidikan terdapat siklus pembangunan masyarakat melalui pendidikan. Dalam siklus ini semua lapisan masyaraka...

No comments:

Post a Comment

< >